animasi  bergerak gif
My Widget

Senin, 27 April 2015

DETERMINAN PERILAKU KESEHATAN





Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan respon (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Dengan kata lain perilaku dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam maupun luar subjek. Faktor-faktor yang menentukan ini disebut faktor determinan. Banyak teori tentang determinan perilaku ini , dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan yaitu diantarannya:
1.                  Teori Lawrence Green
2.                  Teori Snehandu B. Karr
3.                  Teori WHO

TEORI PERUBAHAN PERILAKU MENURUT LAWRENCE GREEN
Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut, yakni Behavioral Factors (Faktor Perilaku), dan Nonbehavioral Faktors (Faktor Nonperilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:
1.    Faktor-faktor Presdiposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Contoh: seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasi untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.
2.    Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, buang air besar di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali atau di kebun, menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan sebagainya.
3.    Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contoh: seorang ibu hamil tahu manfaat periksa kehamilan, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan pemeriksaan kehamilan, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa kehamilan, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
Secara matematis, determinan perilaku menurut Green itu dapat digambarkan sebagai berikut:


B = F (Pf, Ef, Rf)
 
 


            Keterangan:
            B = Behavior
            F = Fungsi
            Pf = Predisposing faktors
            Ef = Enabling faktors
            Rf = Reinforcing faktors
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Contoh Kasus:
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya. (predisposing factor). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya ( enebling factor). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya ( reinforcing factors).


Teori Snehandu B. Karr

Karr seorang staf pengajar Depatemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas Kalifornia di Los Angeles. Teori Snenhandu mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan (behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information), otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomi) dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Karr mengidenfisikasin adanya lima determinan perilaku yaitu :

1.                  Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Misalnya orang mau membuat jamban/WC keluarga di rumahnya apabila dia mempunyai niat untuk itu.
2.                  Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka dia akan merasa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula untuk berperilaku sehat, orang memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, minimal tidak mendapat gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.
3.                  Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang. Misalnya, sebuah keluarga mau ikut program keluarga berencana, apabila keluarga ini memperoleh penjelasan yang lengkap tentang keluarga berencana yaitu tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB (alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek samping dari KB yang digunakan, dan sebagainya.
4.                  Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama di pedesaan. Seorang istri dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung pada suami. Misalnya, untuk membawa anaknya yang sakit ke puskesmas harus menunggu setelah suaminya pulang kerja. Demikian pula, untuk periksa hamil, seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan kalu suami tidak setuju maka tidak akan ada pemeriksaan kehamilan.
5.                  Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kempuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tesebut tidak akan terjadi.

Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:

B=F(Bi, Ss, Ai, Pa, As)


Keterangan :

B= Behaviour
F= Fungsi
Bi= Behaviour Intention
Ss= Social Support
Ai= Accessebility of Information
Pa= Personal Autonomy
As= Action Situation

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/bertindak.

Adapun contoh kasusnya yaitu :
Seseorang ibu yang tidak mau ikut KB, adapun faktor yang mungkin mempengaruhinya yaitu karena ia tidak ada minat dan niat terhadap KB ( behaviour intention ), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan dari masyarakat sekitarnya ( social-support), kurang atau tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan, misalnya harus tunduk kepada suami, mertuanya atau orang lain yang ia segani ( personal autonomy). Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini tidak iku KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan ( action situation).

Teori WHO
Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :
ü  Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
ü  Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
ü  Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
ü  Nilai (value).


1.      Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling),
yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
-          Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
-          Kepercayaan
Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
-          Sikap
Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah disebutkan diatas.
1.      Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2.      Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di RS.
3.      Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4.      Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
2.      Orang penting sebagai referensi (personal reference)
Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala desa, dan sebagainya.
3.      Sumber-sumber daya (resource)
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.
4.      Kebudayaan (culture)
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :
B = f (TF, PR, R, C)
Di mana :
B = behaviour
f = fungsi
TF = thoughts and feeling
PR = personal reference
R = resources
C = culture
Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.
Contoh Kasus
Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar dijamban, mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang air besar dijamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal reference). Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi mungkin karena kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar