Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus
(faktor eksternal) dengan respon (faktor internal) dalam subjek atau orang yang
berperilaku tersebut. Dengan kata lain perilaku dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari dalam maupun luar subjek. Faktor-faktor yang menentukan ini disebut faktor
determinan. Banyak teori tentang determinan perilaku ini , dalam bidang
perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan yaitu diantarannya:
1.
Teori Lawrence Green
2.
Teori Snehandu B. Karr
3.
Teori WHO
TEORI PERUBAHAN
PERILAKU MENURUT LAWRENCE GREEN
Berangkat
dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut, yakni Behavioral Factors (Faktor Perilaku), dan Nonbehavioral Faktors (Faktor Nonperilaku). Selanjutnya Green
menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu:
1. Faktor-faktor
Presdiposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Contoh: seorang
ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan
dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan
memperoleh imunisasi untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya
pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke
posyandu.
2. Faktor-faktor
pemungkin (Enabling Factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,
misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat
pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya.
Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya
untuk menggunakan air bersih, buang air besar di WC, makan makanan yang
bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk
mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali
atau di kebun, menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari, makan
seadanya, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor
penguat (Reinforcing Factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contoh: seorang ibu hamil tahu
manfaat periksa kehamilan, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi ia tidak mau melakukan pemeriksaan kehamilan, karena ibu lurah
dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa kehamilan, namun anaknya tetap
sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari
para tokoh masyarakat.
Secara
matematis, determinan perilaku menurut Green itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
|
Keterangan:
B = Behavior
F = Fungsi
Pf = Predisposing faktors
Ef = Enabling faktors
Rf = Reinforcing faktors
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Contoh Kasus:
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di
posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui
manfaat imunisasi bagi anaknya. (predisposing factor). Atau
barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya ( enebling factor). Sebab
lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain
disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya ( reinforcing factors).
Teori
Snehandu B. Karr
Karr seorang staf pengajar Depatemen Pendidikan Kesehatan
dan Ilmu Perilaku, Universitas Kalifornia di Los Angeles. Teori
Snenhandu mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan
dengan kesehatan (behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat
sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi tentang
kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information),
otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal
autonomi) dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak
bertindak (action situation).
Karr mengidenfisikasin adanya lima determinan perilaku
yaitu :
1.
Adanya niat (intention) seseorang
untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Misalnya
orang mau membuat jamban/WC keluarga di rumahnya apabila dia mempunyai niat
untuk itu.
2.
Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social
support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang
tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila
perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat,
maka dia akan merasa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula untuk berperilaku
sehat, orang memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, minimal tidak
mendapat gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.
3.
Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya
informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang.
Misalnya, sebuah keluarga mau ikut program keluarga berencana, apabila keluarga
ini memperoleh penjelasan yang lengkap tentang keluarga berencana yaitu tujuan
ber KB, bagaimana cara ber KB (alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek
samping dari KB yang digunakan, dan sebagainya.
4.
Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk
mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih
terbatas, terutama di pedesaan. Seorang istri dalam pengambilan keputusan masih
sangat tergantung pada suami. Misalnya, untuk membawa anaknya yang sakit ke
puskesmas harus menunggu setelah suaminya pulang kerja. Demikian pula, untuk
periksa hamil, seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan kalu
suami tidak setuju maka tidak akan ada pemeriksaan kehamilan.
5.
Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan
(action situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu
kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang
luas, baik fasilitas yang tersedia serta kempuan yang ada. Untuk membangun
rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari
orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi
apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tesebut tidak
akan terjadi.
Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
B=F(Bi, Ss, Ai, Pa, As)
|
Keterangan :
B= Behaviour
F= Fungsi
Bi= Behaviour Intention
Ss= Social Support
Ai= Accessebility of Information
Pa= Personal Autonomy
As= Action Situation
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau
masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau
tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi
tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak,
dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak
berperilaku/bertindak.
Adapun
contoh kasusnya yaitu :
Seseorang ibu yang tidak mau ikut KB, adapun faktor yang
mungkin mempengaruhinya yaitu karena ia tidak ada minat dan niat terhadap KB
( behaviour intention ), atau barangkali juga karena tidak ada
dukungan dari masyarakat sekitarnya ( social-support), kurang atau
tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of
information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan,
misalnya harus tunduk kepada suami, mertuanya atau orang lain yang ia segani
( personal autonomy). Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini
tidak iku KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan,
misalnya alasan kesehatan ( action situation).
Teori WHO
Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan
seseorang itu berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :
ü Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan
tergantung pada situasi saat itu.
ü Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh
tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
ü Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu
tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
ü Nilai (value).
1.
Pemikiran
dan perasaan (thoughts and felling),
yakni
dalambentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan
penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek
kesehatan).
-
Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu
panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh
pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan
anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat,
karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
-
Kepercayaan
Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua,
kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh
makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
-
Sikap
Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang
terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain
atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan yang telah disebutkan diatas.
1.
Sikap akan
terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya,
seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi
pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya
ke puskesmas.
2.
Sikap akan
diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang
lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit,
meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan
anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di RS.
3.
Sikap
diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi
IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi
ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4.
Nilai
(value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
2.
Orang
penting sebagai referensi (personal reference)
Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil,
lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila
seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan
cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang
menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering
disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama,
kepala adapt (suku), kepala desa, dan sebagainya.
3.
Sumber-sumber
daya (resource)
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang,
waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku
seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku
dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat
berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat
berpengaruh sebaliknya.
4.
Kebudayaan (culture)
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan
penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu
berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.
Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi dari semua
yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah
salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh
yang dalam terhadap perilaku ini.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat
disebabkan oleh sebab atau latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan
masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap
puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya
puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara
sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :
B = f (TF, PR, R, C)
Di
mana :
B
= behaviour
f
= fungsi
TF
= thoughts and feeling
PR
= personal reference
R
= resources
C
= culture
Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang
dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.
Contoh Kasus
Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau
tidak mau buang air besar dijamban, mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan
perasaan yang tidak enak kalau buang air besar dijamban (thought and feeling).
Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak membuat jamban keluarga
sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal reference). Factor
lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak
mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi
mungkin karena kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan
budaya masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar